Senin, 19 Mei 2014

Tokoh Arsitektur Indonesia

Johan Silas




 

Lahir     5 Desember 1936 (umur 77)
Bendera Indonesia Samarinda, Kalimantan Timur
Pekerjaan     Dosen, Arsitek

Prof. Dr. Ir. Johan Silas (lahir di Samarinda, 24 Mei 1936; umur 77 tahun), adalah tokoh arsitektur Indonesia, terutama dalam bidang perumahan, permukiman, perkotaan, dan lingkungan.
Biografi :
Silas menyelesaikan kuliah arsitekturnya di ITB pada tahun 1963. Kemudian menjadi pengajar dan pendiri Jurusan Teknik Arsitektur ITS Surabaya pada tahun 1965. Pada 1992 ia memperoleh gelar profesor. Pada 2005 ia memperoleh penghargaan Habitat Scroll of Honour untuk kategori "penelitian dan pengabdian bertahun-tahun dalam memberikan tempat bernaung bagi kaum miskin".

Purna tugas sebagai guru besar di ITS pada tahun 2006[1] namun tetap membagikan ilmunya secara tidak tetap dan menjadi penasehat untuk beberapa pemerintah kota.

Pengetahuan tambahan tentang perumahan, permukiman, perkotaan, dan lingkungan diperoleh di Inggris, Belanda, Jepang, Prancis, dan Jerman. Program yang diikuti antara lain Housing in Urban Development (London, 1979), Housing, Building & Planning (Rotterdam, 1980), Cooperative Housing (Tokyo, 1984/1985), Comparative Study on Urban Anthropoloy (Prancis, 1986), Inner City Conservation (Berlin, 1987).
 

Karya
Kampung Improvement Program

Nama Johan Silas, guru besar tata kota dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, ini seringkali muncul dalam wacana seputar tata kota, perencanaan kota, pembenahan permukiman, perbaikan kampung, dan semacamnya. Johan Silas adalah salah satu tokoh di balik program perbaikan kampung, atau lebih dikenal dengan Kampung Improvement Program (KIP)
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Paska Gempa dan Tsunami

Terlibat dalam rehabilitasi dan rekonstruksi kota Calang di Aceh dan Nias setelah gempa bumi dan bencana tsunami pada 2005-2006. Berupa studi mitigasi bencana dari sudut pandang perumahan dan penguatan pemukiman informal (kampung).[2]
 

Penghargaan :

    Habitat Scroll of Honour, Johan Silas adalah salah satu dari sedikit pakar tata kota di Indonesia yang mendapatkan penghargaan ini, penghargaan dari organisasi PBB UN-HABITAT untuk mereka yang berjasa dalam pengembangan tata kota, berkat jasa-jasanya terhadap pengembangan dan pembangunan pemukiman yang berpihak kepada masyarakat perkotaan yang kurang mampu.[3]
    Gelar BALUGU SAMAERI ONO NIHA yang diperoleh pada tahun 2009 dari warga adat Nias Selatan setelah tiga tahun ikut membangun kembali rumah adat dan rumah lainnya yang rusak kena gempa.






Y.B. Mangunwijaya


Nama lahir     Yusuf Bilyarta Mangunwijaya
Lahir     6 Mei 1929
Ambarawa, Jawa Tengah
Meninggal dunia     10 Februari 1999 (umur 69)
Jakarta, Indonesia
Kewarganegaraan      Indonesia
Denominasi     Katolik Roma
Kediaman     Keuskupan Agung Semarang

Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, Pr. (lahir di Ambarawa, Kabupaten Semarang, 6 Mei 1929 – meninggal di Jakarta, 10 Februari 1999 pada umur 69 tahun), dikenal sebagai rohaniwan, budayawan, arsitek, penulis, aktivis dan pembela wong cilik (bahasa Jawa untuk "rakyat kecil"). Ia juga dikenal dengan panggilan populernya, Rama Mangun (atau dibaca "Romo Mangun" dalam bahasa Jawa).
Arsitektur

Dalam bidang arsitektur, beliau juga kerap dijuluki sebagai bapak arsitektur modern Indonesia. Salah satu penghargaan yang pernah diterimanya adalah Penghargaan Aga Khan untuk Arsitektur[2], yang merupakan penghargaan tertinggi karya arsitektural di dunia berkembang, untuk rancangan pemukiman di tepi Kali Code, Yogyakarta. Ia juga menerima The Ruth and Ralph Erskine Fellowship pada tahun 1995, sebagai bukti dari dedikasinya terhadap wong cilik.[3] Hasil jerih payahnya untuk mengubah perumahan miskin di sepanjang tepi Kali Code mengangkatnya sebagai salah satu arsitek terbaik di Indonesia.[4] Menurut Erwinthon P. Napitupulu, penulis buku tentang Romo Mangun yang akan diluncurkan pada akhir tahun 2011, Romo Mangun termasuk dalam daftar 10 arsitek Indonesia terbaik.[4]

Karya Arsitektur :
    Pemukiman warga tepi Kali Code, Yogyakarta
    Kompleks Religi Sendangsono, Yogyakarta
    Gedung Keuskupan Agung Semarang
    Gedung Bentara Budaya, Jakarta
    Gereja Katolik Jetis, Yogyakarta
    Gereja Katolik Cilincing, Jakarta
    Markas Kowihan II
    Biara Trappist Gedono, Salatiga, Semarang
    Gereja Maria Assumpta, Klaten
    Gereja Katolik Santa Perawan Maria di Fatima Sragen
    Gereja Maria Sapta Duka, Mendut
    Gereja Katolik St. Pius X, Blora
    Wisma Salam, Magelang

Penghargaan :
    Penghargaan Kincir Emas untuk penulisan cerpen dari Radio Nederland
    Aga Khan Award for Architecture untuk permukiman warga pinggiran Kali Code, Yogyakarta [www.akdn.org/agency/akaa/fifthcycle/indonesia.html]
    Penghargaan arsitektur dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) untuk tempat peziarahan Sendangsono.
    Pernghargaan sastra se-Asia Tenggara Ramon Magsaysay pada tahun 1996

Perancangan Arsitektur I _ Konsep Gardu Pandang

KONSEP BENTUK DAN TAMPILAN BANGUNAN

a. Konsep Bentuk
   Konsep bentuk pada bangunan gardu pandang mengadaptasi dari bentuk bunga teratai, dimana konsep tersebut dipakai sebagai tujuan perancangan yang berhubungan erat dengan alam. Konsep tersebut juga bertujuan agar desain bangunan dapat memecahkan kemonotonan dan dapat menarik pengunjung. Pengunjung yang masuk pada lantai 1 akan dibuat seakan akan berada didalam mahkota bunga. Pintu masuk diletakkan disalah satu sisi mahkota bunga bagian depan. Tangga untuk naik ke atas terdapat didalam bangunan agar tidak merubah penampilan eksterior bangunan yang berbentuk bunga teratai. Dinding lantai 1 yang berbentuk mahkota bunga didesain transparan untuk menambah estetika bangunan. Lantai 2 dibuat tanpa dinding, untuk menyajikan pengunjung keindahan alam dengan terbuka. Lantai 3 berbentuk daun teratai dan dipagari dengan rerumputan yang rimbun disekelilingnya. Lantai 3 didesain tanpa atap agar pengunjung dapat menikmati alam lebih luas terutama dimalam hari yang akan memperlihatkan keindahan langit malam. Rencana bangunan akan diletakkan diatas kolam teratai, agar bangunan dapat menyatu dengan lingkungannya. Bangunan didesain 2 buah berjajar dengan ukuran yang berbeda untuk memandang dari ketinggian yang berbeda.

b. Tampilan Bangunan
   Bangunan didesain terbuka agar pengunjung dapat melihat view disekitarnya dengan pandangan luas. Selain itu, bangunan yang terbuka membuat cahaya matahari dan angin dapat masuk kedalam secara alami.



KONSEP BENTUK DASAR BANGUNAN


  Konsep bentuk gardu pandang ini diadaptasi dari bentuk bunga teratai.(Gambar 1) Bentuk dasarnya terdiri dari bentuk lingkaran dan diatasnya ditancapkan beberapa bentuk belah ketupat. Lantai 2 dan penutup atap juga didesain dengan bentuk dasar lingkaran. (Gambar 2) Bentuk dasar tersebut diolah dan dihaluskan setiap sisinya sehingga terbentuklah desain bangunan berbentuk bunga teratai. (Gambar 3)

Gambar 1. Bunga Teratai                              Gambar 2. Bentuk Dasar Bangunan
 
Gambar 3. Detail Bangunan


SKETSA RANCANGAN


Gambar 4. TampakDepan


Gambar 5. Tampak Belakang



Gambar 6. Tampak Samping Kanan



Gambar 7. Tampak Samping Kiri



Gambar 8. Tampak Atas


Gambar 9. Perspektif











Contoh Desain Rumah Tinggal Sederhana _ Tugas TIK _ AutoCad

Contoh Desain Rumah Tinggal Sederhana _ Tugas TIK _ AutoCad


Gambar 1. Site Plan



 Gambar 2. Denah                               Gambar 3. Tampak Depan








Gambar 4. Tampak Samping





Gambar 5. Rencana Pondasi







Gambar 6. Potongan A-A




Gambar 7. Potongan B-B







Gambar 8. Rencana Atap










Gambar 9. Detail Pondasi






Gambar 10. Kuda - Kuda